Senin, 26 Oktober 2009

PEMBANTU SEXY


Aku berusia 37 tahun saat ini, sudah beristeri dan mempunyai 4 orang anak. Rumahku terletak di pinggiran kota Jakarta yang bisa disebut sebagai kampung. Orang tuaku tinggal di sebuah perumahan yang cukup elite tidak jauh dari rumahku. Orang tuaku memang bisa dibilang berkecukupan, sehingga mereka bisa mempekerjakan pembantu. Nah pembantu orang tuaku inilah yang menjadi ‘pemeran utama’ dalam ceritaku ini.

Bapakku baru dua bulan yang lalu meninggal dunia, jadi sekarang ibuku tinggal sendiri hanya ditemani Enny, pembantunya yang sudah hampir 4 tahun bekerja disitu. Enny berumur 26 tahun, dia masih belum bersuami. Wajahnya tidak cantik, bahkan giginya agak tonggos sedikit, walaupun tidak bisa disebut jelek juga. Tapi yang menarik dari Enny ini adalah bodynya, seksi sekali. Tinggi kira-kira 164 cm, dengan pinggul yang bulat dan dada berukuran 36. Kulitnya agak cokelat. Sering sekali aku memperhatikan kemolekan tubuh pembantu ibuku ini, sambil membandingkannya dengan tubuh isteriku yang sudah agak mekar.

Hari itu, karena kurang enak badan, aku pulang dari kantor jam 10.00 WIB, sampai di rumah, kudapati rumahku kosong. Rupanya isteriku pergi, sedang anak-anakku pasti sedang sekolah semua. Akupun mencoba ke rumah ibuku, yang hanya berjarak 5 menit berjalan kaki dari rumahku. Biasanya kalau tidak ada di rumah, isteriku sering main ke rumah ibuku, entah untuk sekedar ngobrol dengan ibuku atau membantu beliau kalau sedang sibuk apa saja.

Sampai di rumah ibuku, ternyata disanapun kosong, cuma ada Enny, sedang memasak.

Kutanya Enny, “En, Bu Dewi (nama isteriku) kesini nggak?”

“Iya Pak, tadi kesini, tapi terus pergi sama temannya” jawab Enny.

“Terus Ibu sepuh (Ibuku) kemana?” tanyaku lagi.

“Tadi dijemput Bu Ina (Adikku) diajak ke sekolah Yogi (keponakanku)”

“Oooh” sahutku pendek. “Masak apa En? tanyaku sambil mendekat ke dapur dan seperti biasa, mataku langsung melihat tonjolan pinggul dan pantatnya juga dadanya yang aduhai itu.

“Ini Pak, sayur sop”

Rupanya dia ngerasa juga kalau aku sedang memperhatikan pantat dan dadanya. “Pak Irwan ngeliatin apa sih” tanya Enny.

Karena selama ini aku sering juga bercanda sama dia, akupun menjawab, “Ngeliatin pantat kamu En. Kok bisa seksi begitu sih En?”

“Iiih Bapak, kan Ibu Dewi juga pantatnya gede”

“Iya sih, tapi kan lain sama pantat kamu En”

“Lain gimana sih Pak?” tanya Enny, sambil matanya melirik ke arahku.

Aku yakin, saat itu memang Enny sedang memancingku untuk ke arah yang lebih hot lagi.

Merasa mendapat angin, akupun menjawab lagi, “Iya, kalo Bu Dewi kan cuma menang gede, tapi tepos”

“Terus, kalo saya gimana Pak?” tanyanya sambil melirik genit.

Kurang ajar, pikirku. Lirikannya langsung membuat tititku berdiri. Langsung aku berjalan ke arahnya, berdiri di belakang Enny yang masih mengaduk ramuan sop itu di kompor.

“Kalo kamu kan, pinggulnya gede, bulat dan kayaknya masih kencang”, jawabku sambil tanganku meraba pinggulnya.

“Idih Bapak, emangnya saya motor bisa kencang” sahut Enny, tapi tidak menolak saat tanganku meraba pinggulnya.

Mendengar itu, akupun yakin bahwa Enny memang minta aku ‘apa-apain’. Akupun maju sehingga tititku yang sudah berdiri dari tadi itu menempel di pantatnya. Adduuhh, rasanya enak sekali karena Enny memakai rok berwarna abu-abu (seperti rok anak SMU) yang terbuat dari bahan cukup tipis. Terasa sekali tititku yang keras itu menempel di belahan pantat Enny yang, seperti kuduga, memang padat dan kencang.

“Apaan nih Pak, kok keras? tanya Enny genit.

“Ini namanya sonny En, sodokan nikmat” sahutku.

Saat itu, rupanya sop yang dimasak sudah matang. Enny pun mematikan kompor, dan dia bersandar ke dadaku, sehingga pantatnya terasa menekan tititku. Aku tidak tahan lagi mendapat sambutan seperti ini, langsung tanganku ke depan, kuremas kedua buah dadanya. Alamaak, tanganku bertemu dengan dua bukit yang kenyal dan terasa hangat di balik kaos dan branya.

Saat kuremas, Enny sedikit menggelinjang dan mendesah, “Aaahh, Pak” sambil kepalanya ditolehkan ke belakang sehingga bibir kami dekat sekali.

Kulihat matanya terpejam menikmati remasanku. Kukecup bibirnya (walaupun agak terganggu oleh giginya yang sedikit tonggos itu), dia membalas kecupanku. Tak lama kemudian, kami saling berpagutan, lidah kami saling belit dalam gelora nafsu kami. Tititku yang tegang kutekan-tekankan ke pantatnya, menimbulkan sensasi luar biasa untukku (kuyakin juga untuk Enny).

Sekitar lima menit, kuturunkan tangan kiriku ke arah pahanya. Tanpa banyak kesukaran akupun menyentuh CD-nya yang ternyata telah sedikit lembab di bagian memeknya.

Kusentuh memeknya dengan lembut dari balik CD-nya, dia mengeluh kenikmatan, “Ssshh, aahh, Pak Irwan, paak.. jangan di dapur dong Pak”

Dan akupun menarik tangan Enny, kuajak ke kamarnya, di bagian belakang rumah ibuku.

Sesampai di kamarnya, Enny langsung memelukku dengan penuh nafsu, “Pak, Enny sudah lama lho pengen ngerasain punya Bapak”

“Kok nggak bilang dari dulu En?” tanyaku sambil membuka kaos dan roknya.

Dan.. akupun terpana melihat pemandangan menggairahkan di tubuh pembantu ibuku ini. Kulitnya memang tidak putih, tapi mulus sekali. Buah dadanya besar tapi proporsional dengan tubuhnya. Sementara pinggang kecil dan pinggul besar ditambah bongkahan pantatnya bulat dan padat sekali. Rupanya Enny tidak mau membuang waktu, diapun segera membuka kancing bajuku satu-persatu, melepaskan bajuku dan segera melepaskan celana panjangku.

Sekarang kami berdua hanya mengenakan pakaian dalam saja, dia bra dan CD, sedangkan aku hanya CD saja. Kami berpelukan, dan kembali lidah kami berpagut dalam gairah yang lebih besar lagi. Kurasakan kehangatan kulit tubuh Enny meresap ke kulit tubuhku. Kemudian lidahku turun ke lehernya, kugigit kecil lehernya, dia menggelinjang sambil mengeluarkan desahan yang semakin menambah gairahku, “Aahh, Bapak”.

Tanganku melepas kait branya, dan bebaslah kedua buah dada yang indah itu. Langsung kuciumi kedua bukit kenyal itu bergantian. Kemudian kujilati pentil Enny yang berwarna coklat, terasa padat dan kenyal (beda sekali dengan buah dada isteriku), lalu kugigit-gigit kecil pentilnya dan lidahku membuat gerakan memutar di sekitar pentilnya yang langsung mengeras.

Kurebahkan Enny di tempat tidurnya, dan kulepaskan CD-nya. Kembali aku tertegun melihat keindahan kemaluan Enny yang di mataku saat itu, sangat indah dan menggairahkan. Bulunya tidak terlalu banyak, tersusun rapi dan yang paling mencolok adalah kemontokan vagina Enny. Kedua belah bibir vaginanya sangat tebal, sehingga klitorisnya agak tertutup oleh daging bibir tersebut. Warnanya kemerahan.

“Pak, jangan diliatin aja dong, Enny kan malu” kata Enny.

Aku sudah tidak mempunyai daya untuk bicara lagi, melainkan kutundukkan kepalaku dan bibirkupun menyentuh vagina Enny yang walaupun kakinya dibuka lebar, tapi tetap terlihat rapat, karena ketebalan bibir vaginanya itu. Enny menggelinjang, menikmati sentuhan bibirku di klitnya. Kutarik kepalaku sedikit ke belakang agar bisa melihat vagina yang sangat indah ini.

“Enny, memek kamu indah sekali, sayang”

“Pak Irwan suka sama memek Enny?” tanya Enny.

“Iya sayang, memek kamu indah dan seksi, baunya juga enak” …

…jawabku sambil kembali mencium dan menghirup aroma dari vagina Enny.

“Mulai sekarang, memek Enny cuma untuk Pak Irwan” kata Enny. “Pak Irwan mau kan?”

“Siapa sih yang nggak mau memek kayak gini En?” tanyaku sambil menjilatkan lidahku ke vaginanya kembali.

Enny terlihat sangat menikmati jilatanku di klitorisnya. Apalagi saat kugigit klitorisnya dengan lembut, lalu lidahku kumasukkan ke liang kenikmatannya, dan sesekali kusapukan lidahku ke lubang anusnya.

“Oooh, sshshh, aahh.. Pak Irwan, enak sekali Pak. Terusin ya Pak Irwan sayang”

Sepuluh menit, kulakukan kegiatan ini, sampai dia menekan kepalaku dengan kuat ke vaginanya, sehingga aku sulit bernafas

“Pak Irwan.. aahh, Enny nggak kuat Pak.. sshh”

Kurasakan kedua paha Enny menjepit kepalaku bersamaan dengan itu, kurasakan vagina Enny menjadi semakin basah. Enny sudah mencapai orgasme yang pertama. Enny masih menghentak-hentakkan vaginanya ke mulutku, sementara air maninya meleleh keluar dari vaginanya. Kuhirup cairan kenikmatan Enny sampai kering. Dia terlihat puas sekali, matanya menatapku dengan penuh rasa terima kasih. Aku senang sekali melihat dia mencapai kepuasan.

Tak lama kemudian dia bangkit sambil meraih kemaluanku yang masih berdiri tegak seperti menantang dunia. Dia memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya, dan mulai menjilati kepala kemaluanku. Ooouugh, nikmatnya, ternyata Enny sangat pandai memainkan lidahnya, kurasakan sensasi yang sangat dahsyat saat giginya yang agak tonggos itu mengenai batang kemaluanku. Agak sakit tapi justru sangat nikmat. Enny terus mengulum kemaluanku, yang semakin lama semakin membengkak itu. Tangannya tidak tinggal diam, dikocoknya batang kemaluanku, sambil lidah dan mulutnya masih terus mengirimkan getaran-getaran yang menggairahkan di sekujur batang kemaluanku.

“Pak Irwan, Enny masukin sekarang ya Pak?” pinta Enny.

Aku mengangguk, dan dia langsung berdiri mengangkangiku tepat di atas kemaluanku. Digenggamnya batang kemaluanku, lalu diturunkannya pantatnya. Di bibir vaginanya, dia menggosok-gosokkan kepala kemaluanku, yang otomatis menyentuh klitorisnya juga. Kemudian dia arahkan kemaluanku ke tengah lobang vaginanya. Dia turunkan pantatnya, dan.. slleepp.. sepertiga kemaluanku sudah tertanam di vaginanya. Enny memejamkan matanya, dan menikmati penetrasi kemaluanku.

Aku merasakan jepitan yang sangat erat dalam kemaluan Enny. Aku harus berjuang keras untuk memasukkan seluruh kemaluanku ke dalam kehangatan dan kelembaban vagina Enny. Ketika kutekan agak keras, Enny sedikit meringis.

Sambil membuka matanya, dia berkata, “Pelan dong Pak Irwan, sakit nih, tapi enak banget”.

Dia menggoyangkan pinggulnya sedikit-sedikit, sampai akhirnya seluruh kemaluanku lenyap ditelan keindahan vaginanya.

Kami terdiam dulu, Enny menarik nafas lega setelah seluruh kemaluanku ‘ditelan’ vaginanya. Dia terlihat konsentrasi, dan tiba-tiba.. aku merasa kemaluanku seperti disedot oleh suatu tenaga yang tidak terlihat, tapi sangat terasa dan enaak sekali. Ruaar biasaa! Kemaluan Enny menyedot kemaluanku!

Belum sempat aku berkomentar tentang betapa enaknya vaginanya, Enny pun mulai membuat gerakan memutar pinggulnya. Mula-mula perlahan, semakin lama semakin cepat dan lincah gerakan Enny. Waw.. kurasakan kepalaku hilang, saat dia ‘mengulek’ kemaluanku di dalam vaginanya. Enny merebahkan badannya sambil tetap memutar pinggulnya. Buah dadanya yang besar menekan dadaku, dan.. astaga.. sedotan vaginanya semakin kuat, membuat aku hampir tidak bertahan.

Aku tidak mau orgasme dulu, aku ingin menikmati dulu vagina Enny yang ternyata ada ‘empot ayamnya’ ini lebih lama lagi. Maka, kudorong tubuh Enny ke atas, sambil kusuruh lepas dulu, dengan alasan aku mau ganti posisi. Padahal aku takut ‘kalah’ sama dia.

Lalu kusuruh Enny tidur terlentang, dan langsung kuarahkan kemaluanku ke vaginanya yang sudah siap menanti ‘kekasihnya’. Walaupun masih agak sempit, tapi karena sudah banyak pelumasnya, lebih mudah kali ini kemaluanku menerobos lembah kenikmatan Enny.

Kumainkan pantatku turun naik, sehingga tititku keluar masuk di lorong sempit Enny yang sangat indah itu. Dan, sekali lagi akupun merasakan sedotan yang fantastis dari vagina Enny. Setelah 15 menit kami melakukan gerakan sinkron yang sangat nikmat ini, aku mulai merasakan kedutan-kedutan di kepala tititku.

“Enny, aku udah nggak kuat nih, mau keluar, sayang”, kataku pada Enny.

“Iya Pak, Enny juga udah mau keluar lagi nih. Oohh, sshh, aahh.. bareng ya Pak Irwan.., cepetin dong genjotannya Pak” pinta Enny.

Akupun mempercepat genjotanku pada lobang vagina Enny yang luar biasa itu, Enny mengimbanginya dengan ‘mengulek’ pantatnya dengan gerakan memutar yang sangat erotis, ditambah dengan sedotan alami di dalam vaginanya. Akhirnya aku tidak dapat bertahan lebih lama lagi, sambil mengerang panjang, tubuhku mengejang.

“Enny, hh.. hh, aku keluar sayaang”

Muncratlah air maniku ke dalam vaginanya. Di saat bersamaan, Enny pun mengejang sambil memeluk erat tubuhku.

“Pak Irwaan, Enny juga keluar paakk, sshh, aahh”.

Aku terkulai di atas tubuh Enny. Enny masih memeluk tubuhku dengan erat, sesekali pantatnya mengejang, masih merasakan kenikmatan yang tidak ada taranya itu. Nafas kami memburu, keringat tak terhitung lagi banyaknya. Kami berciuman.

“Enny, terima kasih yaa, memek kamu enak sekali” kataku.

“Pak Irwan suka memek Enny?”

“Suka banget En, abis ada empot ayamnya sih” jawabku sambil mencium bibirnya.

Kembali kami berpagutan.

“Dibandingin sama Bu Dewi, enakan mana Pak?” pancing Enny.

“Jauh lebih enak kamu sayang”

Enny tersenyum.

“Jadi, Pak Irwan mau lagi dong sama Enny lain kali. Enny sayang sama Pak Irwan”

Aku tidak menjawab, hanya tersenyum dan memeluk Enny. Pembantu ibuku yang sekarang jadi kekasih gelapku

4 komentar: